Umum

Polisi Harus Jadi Problem Solver Saat Hadapi Konflik Sosial Masyarakat

mediaanakbangsa id._ Jakarta – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan seluruh personel kepolisian harus netral dan berdiri di atas semua golongan. Polisi harus menjadi problem solver ketika menangani atau menghadapi permasalahan konflik sosial di masyarakat.

Sigit menyebut aparat kepolisian memiliki tugas pokok untuk melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Karena itu, polisi harus bisa menjadi sosok yang bisa menyelesaikan masalah atau menjadi problem solver dalam menghadapi segala permasalahan konflik sosial.

“Bagaimana rekan-rekan memposisikan berada di posisi tengah. Rekan-rekan bisa jadi mediator, menjadi problem solver yang bisa diterima kedua belah pihak. Hal itu menjadi sangat penting,” kata Sigit saat memberikan pengarahan kepada seluruh jajarannya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (17/2/2022).

Mantan Kabareskrim Polri itu mengingatkan jajarannya bahwa terkait penanganan konflik sosial, aturan, kewenangan, dan prosedur operasi standar (SOP) telah diatur di dalam UU dan Peraturan Kapolri (Perkap). Ia menekankan seluruh jajaran harus memedomani hal tersebut dan diterapkan ketika menangani permasalahan termasuk konflik sosial.

“Bahwa semua aturan itu sudah ada di perkap turunan dari UU. Tinggal kita perhatikan, pelajari, dan melatihkan, sehingga kemudian, itu menjadi suatu kebiasaan yang bisa kita laksanakan, pada saat menghadapi kegiatan-kegiatan yang ada permasalahan,” ujar eks Kapolda Banten.

Demi mencegah permasalahan dan ketidakpahaman bertindak sebagaimana aturan, Sigit memerintahkan para pimpinan di lingkungan kerja untuk rajin turun ke bawah. Pemimpin harus selalu melakukan pengecekan terhadap seluruh anggotanya.

“Dan memang harus selalu dikontrol, disidak, dan dicek, sehingga kita yakin anggota kita saat turun ke lapangan dalam kondisi betul-betul sudah siap. Karena potensi itulah yang kemudian akan munculkan masalah kalau kita tidak teliti, tidak hati-hati. Hal-hal yang harus diwaspadai, yang rentan pada saat kita lihat kondisi anggota tersebut tidak siap, lebih baik jangan ditugaskan. Ganti dengan yang siap,” tegas Sigit.

Lebih lanjut, Sigit mengatakan bahwa permasalahan tidak akan terjadi apabila seluruh personel kepolisian mematuhi aturan, bertindak sesuai dengan SOP, menaati asas legalitas dan proporsional serta nesesitas.

“Dan memang itu yang kemudian tentunya asas-asas tersebut harus dipahami sehingga pada saat rekan-rekan melangkah sudah tahu ini risikonya apa, itu risikonya apa,” imbuh Sigit.

Meski begitu, Sigit menegaskan, setiap personel kepolisian tetap harus berani melakukan tindakan tegas sebagaimana aturan yang ada, apabila memang kondisi dan situasi di lapangan sudah tidak kondusif atau chaos. Karena menurutnya, setiap permasalahan memiliki dinamika tersendiri sehingga pola penanganannya pun harus berbeda dengan menyesuaikan situasi.

Sigit mengatakan hal itu diperlukan lantaran Polri merupakan institusi yang harus memastikan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat terjaga dengan baik. Karena itu, Sigit juga meminta seluruh personel kepolisian mampu melakukan pemetaan isu di wilayah tugas masing-masing. Dengan adanya mapping personel kepolisian dapat dengan segera melakukan pendekatan persuasif dan dialog terhadap masyarakat.

“Menghadapi orang atau masyarakat yang kemudian, memiliki penolakan, terhadap suatu isu, apalagi terkait masalah pembangunan tentunya harus dihadapi dengan kekuatan dialog yang sangat kuat. Menghadapi kelompok-kelompok yang memang memiliki rencana untuk melakukan chaos anarkis tentu caranya berbeda. Jadi inilah yang saya minta, tidak semua masalah diselesaikan dengan cara yang sama. Karena memiliki tingkat kesulitan dan tantangan yang berbeda,” papar Sigit.

Karena sebab itulah, lanjut Sigit, penting bagi personel kepolisian untuk mengetahui setiap akar permasalahan, kearifan lokal, dan karakteristik di setiap wilayah masing-masing. Bila memiliki pemahaman tersebut, semua potensi permasalahan dapat diselesaikan dengan cara persuasif.

“Jadi kapan kita lakukan penegakan hukum, kapan maksimalkan tindakan bersifat persuasif. Saya kira rekan-rekan ini harus terus diasah sehingga kemudian feeling-nya dapat. Kapan harus ambil langkah humanis, kapan harus ambil langkah tegas. Anda harus miliki keberanian, ketegasan, tapi terukur. Namun juga rekan-rekan memiliki sentuhan yang humanis,” kata Sigit.

Di sisi lain, menurut Sigit, dengan kerja keras seluruh personel kepolisian dalam melakukan akselerasi vaksinasi COVID-19, tingkat kepercayaan dan kecintaan masyarakat terhadap Korps Bhayangkara terus meningkat. Oleh karena itu, dia tidak ingin itu berkurang lantaran adanya dinamika yang terjadi.

“Tanda-tandanya apa. Setiap saya tanya kepada anak-anak kecil yang disuntik vaksinasi cita-citamu apa, sebagian besar mayoritas ingin jadi polisi. Ini adalah suatu hal bagus. Karena apa pun faktanya saat ini Polri jadi garda terdepan dalam kegiatan penanganan pandemi COVID-19 tanpa kita sadari. Di satu sisi ini kepercayaan negara kepada kita. Berat memang. Namun di sisi lain kalau ini betul-betul kita laksanakan dengan ikhlas, dengan baik ini akan tingkatkan kecintaan masyarakat terhadap Polri,” ungkap Sigit.

Sigit mengingatkan, semua instruksinya ini disampaikan lantaran rasa sayangnya terhadap institusi Polri serta seluruh jajaran kepolisian. Dengan memahami aturan, menjadi problem solver dan bersikap humanis, ke depannya personel kepolisian akan semakin dicintai oleh masyarakat Indonesia.

“Kita juga tentunya ingin menjaga agar institusi kita selalu berada di performa yang betul-betul bisa kita andalkan untuk menghadap situasi kamtibmas. Ini semua perlu peran serta rekan-rekan semua untuk menjaga anggota kita, institusi kita. Sehingga semuanya bisa berjalan melaksanakan tugas, baik tugas pokok maupun tugas tambahan,” ucap Sigit**red.

 

Sell media dashboard explore the captivating portfolio. Once your application is approved, you will receive your blue passport.